Sampai Kapan Bergantung pada Impor Pangan?
Indonesia adalah
salah satu negara agraris terbesar di dunia selain Brazil. Sudah seharusnya
Indonesia tidak mengimpor apaupun pangan dari negara tetangga. Jika kita tidak
mengimpor pangan dari negara tetangga niscaya bahwa Indonesia bisa kembali
menjadi “Maca Asia” seperti dulu dan dunia akan mengakui itu serta akan
menurunkan angka pengguran dan kemiskinan yang sekarang menjadi masalah utama
di Indonesia.
Indonesia terdiri
dari daratan dan laut yang sangat luas; dimana tanah kita subur karena berada
diwilayah garis khatulistiwa dan laut kita yang diapit oleh dua semudra yang
memungkinkan banyaknya ikan berpindah dari satu samudra ke samudra lain. Apakah
kita tidak malu dengan negara tetangga yang berhasil menghasilkan beras lebih
banyak dari negara Indonesia yang nyatanya kita memeiliki daratan lebih luas? Apakah
kita tidak malu dengan Korea yang tidak mempunyai lahan tetapi bisa mengekspor
pangannya ke Indonesia? Lantas, pertanyaannya, sampai kapan kita bergantung pada
impor pangan?
Untuk itu, diperlukan
tanggunga jawab dan kesadaran dari pemerintah dan masyarakat untuk saling bahu membahu
dalam mengoptimalkan sumber daya yang ada di Indonesia. Jika bukan kita maka siapa
lagi?
Salah satu pangan pokok
Indonesia ialah beras yang masih juga diimpor oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Masyarakat Indonesia menjadi pengosumsi beras tertinggi di dunia,
mencapai 139 kg/kapita/tahun. Supaya seluruh rakyat Indonesia dapat makan
nasi(beras), pemerintah setiap tahun melakukan impor beras. Pangsa pasar beras
impor amat jelas! Sekitar 95% penduduk bergantung pada beras mulai dari ujung
timur Indonesia hingga ujung barat Indonesia. Sebagai kebutuhan pokok, rakyat menganggap
beras menjadikan hidup lebih hidup sehingga beras harus selalu tersedia
sepanjang segala abad. “No rice, no glory”.
Fenomena ini pun telah mendarah daging dalam kehidupan. Suka atau tidak suka,
masyarakat sudah terhipnotis oleh sihir beras yang demikian kuat mempengaruhi
pola konsumsi pangan nasional.
Penghuni negeri ini
terus bertambah 3,5 juta jiwa setiap tahun. Pertumbuhan penduduk yang tinggi
jika tidak diimbangi dengan ketersediaan pangan berbasis lokal akan mendorong
harga pangan makin mahal dan juga impor yang akan terjadi secara terus menerus.
Kenaikan harga pangan dan juga impor akan dapat dicegah dengan melakukan
penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal.
Pangan berbasis
sumberdaya lokal makin tergerus karena kian cepatnya ahli fungsi lahan
pertaniaan belakangan ini. Saat ini lahan perkebunan kelapa sawit sudah lebih
luas dari lahan taman pangan. Tidak tertutup kemungkinan hamparan luas sawah
yang ada sekarang akan terus mengalami konversi dan pertanian akan mengalami
degradasi sumber daya lahan.
Untuk itu, langkah
solusi berikut diusulkan untuk dilakukan yakni melalui pemanfaatan pekarangan
untuk memenuhi kebutuhan hidup yang lebih baik, bersih dan terjamin serta
melalui pendidikan sehingga menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas
sehingga mampu mengolah tanah kita menjadi lebih baik. Sudah seharusnya kita menjadi
penguasa di negri kita sendiri!
DAFTAR
PUSTAKA
Sibuea, Posman. 2015, 11 April. Sampai
Kapan Bergantung pada Raskin?. Koran Sindo, halaman 6
Comments
Post a Comment