Kasus Hukum Perikatan
Kelas : 2EB02
Nama Anggota :
1) Diva
Azizah Alzena 23214217
2) Desti
Anggita 22214774
3) Dina
Safitri Mardiana 23214141
4) Dinnov
Al Kostar 23214185
Kasus Antara PT GPU dengan PT KSE
PT.GPU
salah satu perusahaan peralatan yang menyediakan peralatan kebutuhan perkebunan
tersandung masalah dengan PT.KSE. Kasus ini muncul saat keduanya menjalin
kerjasama pada bulan maret 2012. Kala itu, PT.KSE memesan peralatan mesin
traktor dan peralatan kebun lainnya dari PT.GPU, kemudian pada bulan mei tahun
2012 peralatan mesin perkebunan itu datang secara bertahap dan pada bulan juni
2012 pemesan peralatan mesin perkebunan itu usai atau telah tuntas.
Tak
berselang lama dari itu, tepatnya tanggal 23 september 2012 peralatan mesin
perkebunan itu telah rusak setelah dipakai beberapa bulan. PT.KSE menuding
perusahaan PT.GPU ini mengingkari kontrak perbaikan mesin perkebunan mereka
yang menurut perjanjian memiliki garansi perbaikan hingga 1 tahun. Saat itu
PT.KSE meminta mesin tersebut diservis kembali lantaran baru dipakai selama 3
bulan, akan tetapi PT.GPU menolak. Alasannya, kerusakan itu di luar yang
diperjanjikan. Dalam kontrak, garansi diberikan jika kerusakan karena kesalahan
pengerjaan. Ini yang membuat pihak PT.KSE naik pitam. Pada bulan desember 2012
PT.KSE pun menggugat ke PT.GPU dengan ganti rugi sebesar US$ 5 juta atau
sekitar Rp 76 miliar ke Pengadilan Negeri Tangerang. Mediasi memang sempat
dilakukan, tapi menemui jalan buntu.
Dengan
dasar itu, pada maret 2013 PT.KSE mengalihkan gugatannya ke Pengadilan Niaga
pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tapi ternyata gugatan itu ditolak oleh
pengadilan. Padahal di sisi lain, PT.GPU memiliki hutang perawatan mesin
perkebunan milik PT.KSE sejak Agustus 2011, dan tiba-tiba di tengah transaksi
perjanjian tersebut PT.GPU memutuskan secara sepihak beberapa kontrak
perjanjian perbaikan dan pembelian peralatan perkebunan, padahal peralatatan
perkebunan itu sudah siap untuk diserahkan sehingga kerugian di pihak PT.KSE
mencapai ratusan juta rupiah disebabkan pengingkaran atas perjanjian secara
sepihak tersebut dan atas ini yang kemudian masuk hutangnya, dan sudah jatuh
tempo sejak awal 2012. Tapi tak kunjung dilunasi oleh PT.GPU hingga pertengahan
tahun 2012.
Pada
mulanya pihak PT.KSE tidak ingin memperkeruh permasalahan ini mengingat
hubungan antara PT.KSE dan PT.GPU sangat baik, namun setelah dilakukan melalui
cara kekeluargaan oleh pihak PT.KSE dengan cara mendatangi pihak PT.GPU di
kantor PT.KSE, tetap saja tidak ada respon timbal-balik dari PT.GPU. Padahal
jika dilihat dari perlakuan yang dilakukan oleh PT.KSE dengan membawa perkara
peralatan mesin perkebunan itu ke pengadilan bisa berbanding terbalik dengan
perlakuan PT.GPU yang ingin menyelesaikan perkara hutang PT.KSE dengan cara
kekeluargaan tanpa di bawa ke pengadilan. Setelah pihak PT.KSE bertenggang rasa
selama tiga bulan, akhirnya permasalahan ini diserahkan kepada kuasa hukumnya
Sugeng Riyono S.H.
Menurut
Sugeng “PT.GPU sebagai salah satu perusahaan yang menyediakan peralatan
perkebunan, telah melakukan transaksi hutang yang semena-mena dengan didasarkan
i’tikad buruk, tidak pernah memikirkan kondisi dan kepentingan klien yang
diajak bekerjasama bahkan tiga somasi yang telah dilayangkan oleh pihak PT.KSE
terhadap PT.GPU pun masih tidak ada konfirmasi balik kepada pihak PT.KSE”,
dengan dasar ini pula Sugeng selaku kuasa hukum PT.KSE akan menggugat PT.GPU ke
pengadilan, begitulah, PT.GPU benar-benar dalam keadaan siaga satu
Analisis
Perseteruan
yang terjadi antara PT.GPU milik perusahaan ternama di bidang peralatan
perkebunan dengan PT.KSE tidak kunjung usai, hal ini disebabkan karena:
1. Kerjasama
yang dilakukan oleh pihak PT.GPU dengan PT.KSE dilakukan dengan transaksi
bisnis berlandaskan i’tikad buruk.
2. Pihak
PT.GPU tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, dalam hal ini PT.GPU sebagai
debitur dinyatakan “ingkar janji” (wanprestassi).
3. Pihak
PT.GPU telah mengadakan pembatalan pembelian atas pemesanan peralatan mesin
perkebunan, padahal peralatan perkebunan sudah selesai dikerjakan dan siap
untuk diserahkan, hal ini menyebabkan kerugian ratusan juta (tak terhingga)
oleh PT.KSE.
Pada
poin pertama di atas disebutkan bahwa, Kerjasama yang dilakukan oleh pihak
PT.GPU dengan PT.KSE dilakukan dengan transaksi bisnis berlandaskan i’tikad
buruk. Pada dasarnya, sebelum mengadakan perjanjian diwajibkan atas pihak-pihak
yang mengadakan perjanjian untuk mengetahui dengan seksama akan pentingnya
asas-asas perjanjian, yang mana hal ini dapat mencegah adanya permasalahan yang
akan terjadi diantara kedua belah pihak. Asas-asas tersebut antara lain:
1.
Asas Kebebasan Berkontrak
2. Asas
Pacta Sunt Servanda
3. Asas
Konsesualisme
Asas
ketiga diatas merupakan sektor utama yang harus ditonjolkan. Karena asas ini
merupakan syarat mutlak bagi hukum perikatan yang modern dan bagi terciptanya
kepastian hukum.
Sebagaimana
pernyataan kuasa hukum PT.KSE, Sugeng Riyono S.H, “PT.GPU sebagai salah satu
perusahaan peralatan perkebunan telah melakukan transaksi hutang yang
semena-mena dengan didasarkan i’tikad buruk, tidak pernah memikirkan kondisi
dan kepentingan klien yang diajak bekerjasama, bahkan tiga somasi yang telah
dilayangkan olrh pihak PT.KSE terhadap PT.GPU pun masih tidak ada konfirmasi
balik kepada pihak PT.KSE.” I’tikad baik diwaktu membuat perjanjian berarti
kejujuran, maka i’tikad baik ketika dalam tahap pelaksanaan perjanjian adalah
kepatuhan, yaitu suatu penilaian baik terhadap tindakan suatu pihak dalam hal
melaksanakan apa yang telah diperjanjikan, pernyataan ini sesuai dengan Pasal 1338
B.W yang berbunyi, “Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan I’tikad baik.
Maka, sesuai dengan isi pasal diatas, diperintahkan supaya pejanjian
dilaksanakan dengan i’tikad baik, bertujuan mencegah kelakuan yang tidak patut
atau sewenang-wenang dalam hal pelaksanaan tersebut.”
Pada
poin kedua, PT.GPU tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, dalam hal ini
PT.GPU sebagai debitur dinyatakan “ingkar janji” (wanprestasi). Wanprestasi
yang dilakukan PT.GPU merupakan sesuatu yang disebabkan dengan apa yang dijanjikan
akan tetapi terlambat, sebagaimana menurut Subekti, Wanprestasi berarti
kelalaian seorang debitur, dalam hal:
1. Tidak
melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan
2. Melaksanakan
apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan
3. Melakukan
apa yang dijanjikan akan tetapi terlambat
4. Melakukan
sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya
Kelalaian
PT.GPU terhadap PT.KSE menjadikan terhambatnya kinerja produksi lain yang akan
dibuat oleh PT.KSE. Oleh sebab itu, tindakan wanprestasi membawa konsekuensi
terhadap timbulnya hak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan
wanprestasi untuk memberikan ganti rugi dan bunga, sehingga oleh hukum
diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi
tersebut.
Untuk
adanya kewajiban ganti rugi bagi debitur maka undang-undang menentukan bahwa
debitur harus terlebih dahulu dinyatakan dalam keadaan lalai. Jadi maksudnya
adalah peringatan atau pernyataan dari kreditur tentang saat selambat-lambatnya
debitur wajib memenuhi prestasi. Bahwasanya peryataan lalai diperlukan dalam
hal orang meminta ganti rugi atau meminta pemutusan perikatan dengan
membuktikan adanya ingkar janji. Hal ini digunakan untuk mengantisipasi
kemungkinan agar debitur tidak merugikan kreditur.
Disebutkan
dalam poin ketiga adalah pihak PT.GPU telah mengadakan pembatalan sepihak
hutang perawatan dan pembelian peralatan perkebunan sehari setelah peralatan
tersebut selesai dibuat, hal ini menyebabkan produksi yang akan dibuat oleh
PT.KSE menjadi terbengkalai. Disebutkan dalam Pasal 1338 (2) B.W bahwa, “Suatu
perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakat kedua belah
pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk
itu.” sehingga dengan adanya perjanjian/ikatan kontrak tersebut maka
pihak PT GPU dan PT KSE mempunyai keterikatan untuk memberikan atau berbuat
sesuatu sesuai dengan isi perjanjian. Dalam hal ketentuan di atas maka PT.GPU
dikenakan beberapa pasal, antara lain:
1.
Pasal 1243 B.W
2.
Pasal 1246 B.W
3.
Pasal 1247 B.W
4.
Pasal 1249 B.W
5.
Pasal 1250 B.W
Dari
penjelasan diatas, maka pihak PT KSE bisa menuntut kepada PT GPU yang tidak
memenuhi suatu perikatan dan dia dapat dikenai denda atau ganti rugi karena
ingkar janji (wanprestasi)
Sumber
http://koirula.blogspot.co.id/2014/03/studi-kasus-hukum-perikatan.html
Muhammad,
Abdulkadir. 1992. Hukum Perikatan.
Bandung: Penerbit PT Citra Aditya Bakti
Subekti,
R. 1976. Aspek-Aspek Hukum Perikatan
Nasioanal. Bandung: Penerbit Alumni
Comments
Post a Comment